EL_SHOHWAHDiscussion |
||
|
||
|
Perkembangan Wakaf dalam Wacana Fiqh Islam dan Pemberdayaannya dalam Pembangunan¨.
Mukaddimah. Operasional wakaf telah ada sejak zaman dulu baik pada
masa islam maupun sebelumnya(dalam bentuk yang mirip). Dalam masyarakat
islam, wakaf adalah salah satu bentuk takaful, karena diantara
keistimewaan masyarakatnya adalah mengutamakan ukhuwah
(persaudaraan), musawah (persamaan) dan itsar
(mengutamakan orang lain). Oleh karena itu sifat individualisme (ananiyah)
tidak dikenal dalam agama islam. Hal ini dapat dilihat pada masa awal
perkembangan islam. Dalam sejarah tercatat banyak para sahabat yang
berduyun-duyun untuk mewakafkan hartanya. Seperti yang dikatakan oleh
Jabir bahwa tidak ada sahabat rasul yang mempunyai kemampuan maliyah keculai
mereka telah melaksanakan wakaf. Pernyataan seperti ini memberikan indikasi akan betapa pentingnya peranan wakaf dalam kehidupan, disamping wakaf juga menjanjikan pahala yang mengalir setiap saat. Rasulullah saw. berkata: ÅÐÇ ãÇÊ ÇÈä ÂÏã ÅäÞØÚ Úãáå ÅáÇ ãä ËáÇË ÕÏÞÉ ÌÇÑíÉ Ãæ Úáã íäÊÝÚ Èå Ãæ æáÏ ÕÇáÍ íÏÚæ áå (ÑæÇå ãÓáã) Atas
dasar pemikiran diatas maka dirasa perlu adanya suatu pembahasan yang
komprehensip dan integral tentang masalah wakaf dilihat dari berbagai
sisi. Adapun penulis makalah, disini hanya akan menyinggung beberapa
point saja. Hal ini dikarenakan keterbatasan
kemampuan yang ada. Semoga tulisan yang ringkas ini merupakan stimulan
untuk mengkaji lebih lanjut dan lebih mendalam tentang permasalahan
wakaf ini.
A. SEJARAH DAN FIQH WAKAF. I. Harta dalam pandangan islam. Kata mal berasal dari gabungan huruf mim, wawu dan lam yang dipakai untuk kalimat muannats maupun mudzakkar. Sedangkan menurut perkataan orang Arab, mal merupakan hal yang sudah masyhur sebagaimana masyhurnya arti sama’ (langit) dan ardl (bumi). Sedangkan menurut pendapat yang lain mal adalah sesuatu yang dimiliki oleh manusia1. Dalam mendefinisikan kata mal ahli fiqh berbeda pendapat kedalam dua kelompok. a. Menurut Hanafiyyah, mal adalah sesuatu yang mungkin diperoleh, dikuasai dan bermanfaat secara adat. Devinisi ini hanya memasukkan benda material yang bisa dilihat dan diraba sekaligus mengecualikan huquq dan manafi’2. Keduanya ini menurut pendapat ini dikategorikan sebagai kepemilikan bukan mal. b. Menurut Jumhur, mal adalah sesuatu yang mempunyai nilai yang harus diganti apabila dirusak orang lain. Devinisi ini memasukkan huquq dan manafi’
Harta kekayaan merupakan salah satu perhiasan dunia (Q.s. al-Kahfi:46) dan juga merupakan penunjang kehidupan masyarakat yang meliputi kebutuhan hidup, tempat tinggal dll. Islam sebagai agama yang mulia memperhatikan dengan serius terhadap penyangga tumpuan hidup manusia ini, sebagaimana yang diserukan dalam al-Qur’an dan al-Hadits. Dalam al-Qur’an kata mal (tunggal) dalam berbagai bentuknya; nakirah, ma’riifat, idlofah dan tidak idlofah, disebut sebanyak 22 kali. Sedangkan dalam bentuk amwal (jamak) dalam berbagai bentuknya juga, disebut sebanyak 61 kali 3. Belum lagi yang disebutkan secara eksplisit. Maka jumlahnya akan lebih banyak seperti ayat tentang jual beli, pertanian dll. Begitu juga halnya dalam al-Hadits. Kita memaklumi akan pentingnya harta karena ia merupaka dloruriyah al-hayah. Islam memerangi kefakiran bahkan rasul saw. menyamakan antara kefakiran dengan kekafiran. Oleh Karena itu maka rasul saw berlindung kepada Allah atas dua hal tersebut. Ãááåã Åäí ÃÚæÐ Èß ãä ÇáßÝÑ æÇáÝÞÑ (ÑæÇå ÃÈæ ÏÇæÏ) Atas
dasar ini semua maka setiap orang dituntut untuk mencari
perbekalan hidup (lihat. Q.s. al-Jumu’ah :10). Namun juga perlu
dicatat bahwa harta adalah amanah, maka setelah mendapatkannya harus
dipergunakan kejalan yang benar, karena semuanya itu akan diminta
pertanggungjawabannya kelak di akhirat. Dengan demikian ia tidak akan
membawa kesengsaraan dan fitnah belaka (Q.s. al-Anfal :28). Ayat
tersebut memberikan satu pernyataaan tegas bahwa harta dan anak adalah
fitnah (cobaan, ujian, sesuatu yang menuju dosa). Maka berbahagialah
orang-orang yang mampu menjaga dan menggunakannya dengan baik.
Karena Allah akan membalasnya dengan pahala yang besar. Ketika kita membuka lembaran-lembaran al-Qur’an yang menyebutkan kata mal, kita akan banyak sekali menemukan celaan terhadap harta. Sebagai contoh renungkan Q.s. al-Alaq :6-7. Lalu bagaimana cara kita untuk mengkompromikannya dengan keterangan yang menjelaskan bahwa ia merupakan dlorurat al-hayat. Ketika kita memperhatikan pembahasan al-Qur’an dalam hal tersebut kita akan menemukan dua hal penting4: a. Harta benda merupakan satu bentuk makhluk yang diciptakan untuk kemashlahatan manusia dan juga sebagai penyangga hidup (lihat Q.s. Abasa 24-32 dan Q.s. al-Nahl 5-8). b. Alasan pencelaan terhadap harta sebenarnya tergantung kepada prilaku pribadi manusia; bagaimana ia berinteraksi dengan hartanya.
Menurut Imam al-Ghozali5, harta itu bagaikan ular yang menyimpan racun dan air liur, namun ia juga mempunyai faedah. Barang siapa mampu mengetahui keduanya maka ia akan terjaga dari bahaya dan bisa memperoleh manfaatnya.
II. Hak kepemilikan dan cara memperolehnya. Tabiat harta memang untuk dimiliki. Akan tetapi ada sebagian harta yang tidak boleh dimiliki secara total yaitu harta yang diperuntukkan kemashlahatan umum seperti untuk jalan umum, benteng pertahanan dll. Disamping itu juga ada harta yang tidak boleh dimiliki kecuali dalam keadaan dlarurat seperti harta bayt al-mal. Kepemilikan Individu (Private property) bukan merupakan hal yang baru dalam ajaran islam bahkan keberadaaanya sejalan dengan keberadaan manusia. Bangsa dan umat terdahulu seperti kaum Bani Israel, Yunani dan bangsa Arab sebelum islam mempunyai aturan tersendiri dalam menangani masalah kepemilikan pribadi ini. Ketika islam datang kepemilikan tersebut diakui dalam satu bentuk aturan yang bernama mafhum al-khilafah yaitu satu bentuk perwakilan dan kepercayaan penuh antara muwakkil (Allah) dan wakil (manusia). Kepemilikan harta merupakan titik sentral dalam perkembangan ekonomi dalam setiap umat atau kelompok manusia, maka sudah barang tentu islam memberikan tuntunan dalam mengatur hal tersebut. Adapun dasar-dasar aturan tersebut adalah sebagaimana berikut6: a. Memberikan penjelasan kepada manusia bahwasannya harta adalah milik Allah (Q.s. Thoha :6) b. Harta yang diberikan kepada manusia merupakan anugrah (Q.s. al-Jasiyah 12-13) c. Khilafah yang dipegang manusia adalah pemberian Allah, maka selayaknyalah ia taat atas peraturan-Nya termasuk didalamnya peraturan masalah harta (Q.s. al-Hadid 7, al-Nur:33) d. Harta bukan merupakan ukuran atau barometer kemuliaan manusia (Q.s. al-Hujurat : 13). e. Memerangi mental ghoiyah (keinginan untuk menjadikan harta sebagai tujuan utama dalam hidup) karena ia adalah hanya wasilah belaka.
Berdasarkan pernyataan tersebut kepemilikan manusia hanya bersifat nisbi (relatif) sedangkan hakikatnya sebenarnya adalah kepemilikan Yang Maha Pencipta. Sedangkan tujuan syara’ dengan menggabungkan antara dua kepemilikan tersebut adalah7: a. Jika harta disandarkan kepada Pencipta, hal ini menunjukkan akan adanya jaminan bahwa harta tersebut adalah untuk kemanfaatan makhluknya dan jika harta tersebut disandarkan kepada makhluk maka akan menunjukkan bahwa manusia boleh mengambil manfaat atas harta yang dimilikinya dalam batasan yang telah ditentukan oleh syara’. b. Pertanggungjawaban manusia terhadap hartanya merupakan tanggungjawab secara umum dalam kapasitasnya sebagai kholifah. c. Untuk memenuhi fitrah manusia atas kecintaannya terhadap harta
Diantara perantara dan cara kepemilikan atas harta yang diperbolehkan oleh syara’ adalah: ihya al-mawat, berburu, hibah, wasiat dll8. Sedangkan cara-cara yang dilarang diantaranya adalah riba, judi, mencuri, penimbunan dll9.
III. Problem ekonomi dalam masyarakat dan solusinya. Kehidupan masyarakat banyak diwarnai oleh banyak problem terutama masalah perekonomian. Dalam hal ini islam memberikan solusi yang efektif diantaranya adalah zakat, wakaf, rikaz, 1/5 ghonimah, nafakah dll. Pada pembahasan kali ini penulis hanya akan membahas permasalahan wakaf, karena ia merupakan bentuk infaq yang sudah cukup lama muncul kepermukaan bumi bahkan sebelum datangnya islam, walaupun ada perbedaan antara wakaf dalam islam dan sebelumnya. Dalam islam, wakaf adalah salah satu bentuk sumbangsih terhadap masyarakat yang mempunyai efek membentuk dan membina akhlak dan juga sekaligus untuk tujuan-tujuan lain yang mulia. Lalu kapankah wakaf itu ada dan bagaimana perannya dalam masyarakat?.
IV. Sejarah Wakaf. a. Wakaf dalam masyarakat non Muslim pra islam10. Sejarah mencatat bahwa wakaf mengorbit sejalan dengan keberadaan manusia. Karena umat manusia sebelum islam telah menyembah tuhan yang mereka yakini, maka hal ini mendorong mereka untuk membangun tempat khusus untuk peribadatan yang dibangun diatas sebidang tanah dan sekaligus hasil bumi yang dihasilkannya diberikan kepada orang yang mengurusi tempat ibadah tersebut. Bentuk ini merupakan contoh wakaf atau yang menyerupainya. Peradaban Babylonia telah mengenal cara tersebut. Para
raja pada waktu itu menghibahkan manfaat hasil bumi kepada para yatim,
orang janda dengan tanpa perpindahan hak kepemilikan kepada mereka.
Begitu juga halnya yang terjadi di Mesir kuno dan Romawi. Pada waktu itu
wakaf tidak hanya terbatas untuk tempat peribadatan saja, bahkan lebih
dari itu wakaf sudah masuk pada bidang pemikiran dan tsaqofah seperti
yang ada pada madrasah Plato yang berlangsung selama enam abad.
b. Wakaf dalam masyarakat Barat Modern. Peranan Inggris dan Perancis dalam wakaf memang diakui yaitu dengan dibuatnya undang-undang batasan wakaf terutama yang bersangkutan dengan masalah gereja, biara dan tempat peribadatan lainnya11. Setelah Imperium Romawi barat dan peradabannya runtuh, maka satu-satunya bentuk wakaf yang berada di Eropa adalah gereja. Dan pada abad ke-13, barulah muncul wakaf-wakaf dalam bidang sosial (khoiriyah) yang berkembang di Eropa tengah (Jerman). Adapun isyarat pertama yang menunjukkan adanya perhatian Barat dalam usaha pengundang-undangan masalah wakaf dapat dilihat pada undang-undang Inggris (Setiap perbuatan yang dilakukan seseorang atau kelompok masyarakat yang bertujuan untuk pelayanan umum). Kemudian undang-undang tersebut dikenal dengan nama Foundation (Muassasah ghoir Hukumiyah) yang bertujuan untuk kemashlahatan umum dan bukan untuk mengeruk keuntungan. Kemudian Foundation ini berkembang di Amerika Utara dan menjadi dua bentuk: Public Foundation (Muassasah ‘Ammah) dan Private Foundation (Muassasah Khoshshoh). Ada beberapa pandangan dan analisa tentang motiv munculnya institusi wakaf di Barat khususnya Amerika pada era sekarang ini: a. Dari segi tujuan -Tujuan umum : Dijumpai foundation untuk umum seperti pelayanan untuk masyarakat dan kesejahteraan umum. -Tujuan khusus : seperti pelayanan khusus pendidikan, kesehatan, penelitian dan riset ilmiyah. b. Dari sisi pendiri foundation tersebut seperti wakaf syarikah, wakaf individu dan wakaf untuk minoritas agama. Sebagai contoh adalah berdirinya Badan wakaf Islam untuk Amerika utara (North American Islamic Trust) yang didirikan pada tahun 1971.
c. Wakaf dalam sejarah islam. Ajakan al-Qur’an dan al-Sunnah yang menyerukan infaq mendapatkan perhatian khusus dari para sahabat nabi yaitu dengan adanya tasabuq fi al-khoirat seperti yang telah dikatakan oleh Jabir. Hal ini membuktikan akan kuatnya iman mereka dan sekaligus menunjukkan pancaran kepribadian mereka dalam kehidupan. Lalu siapakah orang yang pertama kali melaksanakan wakaf dalam islam?. Ada perbedaan pendapat dalam hal ini12 : 1. Abu Tholhah yang mewakafkan tembok Birha`. 2. Umar bin al-Khoththob yang mewakafkan tanah yang ada di Khoibar. 3. Seorang Yahudi yang masuk islam yang mewakafkan tanah Muhairiq. 4. Tembok kaum bani Najjar yang dibuat masjid oleh rasul, kemudian mereka tidak menginginkan ganti rugi. Dari perbedaan ini paling tidak menunjukkan bahwa antusias para sahabat dalam melaksanakan wakaf pada masa kehidupan rasulullah saw. baik wakaf ahly (bersifat kekerabatan) maupun khoiry (sosial) sangat besar sekali. Meskipun pada waktu itu belum muncul istilah wakaf melainkan shodaqoh. Setelah periode sahabat, gerakan wakaf masih tetap berlangsung, terlebih dengan adanya banyak pembebasan (futuhat) terhadap kawasan-kawasan seperti Mesir, Syam dll. Disamping itu juga sejarah wakaf islam bisa kita klasifikasikan menjadi beberapa periode13: a. Periode tiga abad pertama. Pada periode ini kita dapat menelusuri sejarah fiqh wakaf dalam buku-buku induk dalam setiap madzhab, seperti al-Umm dalam madzhab Syafi’i, Muwaththo’ dan Mudawwanah dalam madzhab Maliki, al-Mabshuth dalam madzhab Hanafi dan Masail Imam Ahmad dalam madzhab Hambali. Pada periode ini kita temukan perbedaan pendapat dalam masalah wakaf terutama pada masalah al-jawaz (bolehnya menarik kembali status barang wakafan) atau luzum (tidak bolehnya menarik kembali status barang wakafan), persyaratan hilangnya kepemilikan waqif (milkiyyat al-mauquf ) atas barang yang diwakafkan (mauquf) dll.. b. Periode pertengahan. Pada periode ini dapat kita temukan buku–buku fiqh semisal Mughni karya Ibnu Qudamah (w. 630), al-Hawi al-Kabir karya al-Mawardi (w. 450), Fath al-Qodir karya Kamal bin Hammam (w. 861), Adapun permasalahan yang dibahas pada periode ini adalah seputar perincian dalam pendevinisian wakaf yang masing-masing dipengaruhi oleh syarat imam masing-masing madzhab, perincian syarat nadzir dll. c. Periode mutakhir. Pada periode ini kita bisa merujuk kepada kitab-kitab semisal antara lain al-Inshof karya Mardawi (w. 885), Hasiyah Bujairami ‘ala al-Minhaj, Mawahib al-jalil, Hasiyah Dasuqi karya Syamsuddin al-Syekh Muhammad ‘Arofah al-Dasuqi (w.1230) dll. Adapun permasalahaaan yang muncul pada periode ini adalah antara lain bentuk-bentuk sighot wakaf baik yang shorih maupun yang kinayah, masalah boleh tidaknya mewakafkan dinar dll.
V. Fiqh Wakaf. a. Devinisi. Menurut etimologi Tahbis, tasbil dan waqaf artinya adalah al-man’u wa la-habsu. Bentuk jamak dari kata waqf adalah auqof dan wuquuf. Dalam hal ini pemakain kata waqofa lebih tepat dari pada kata auqofa. Berbeda dengan kata ahbasa, dimana kata ahbasa lebih tepat dari kata habasa
Sebenarnya wakaf dalam islam menurut pemahamannya diambil dari shodaqoh
jariyah (shodaqoh yang mengalir) karena ketika para ulama
mengartikan istilah shodaqoh jariyah kebanyakan mereka
mengartikannya dengan wakaf. Menurut terminologi syara’ Dalam pendevinisian ini penulis tidak akan menyinggung tentang khilafiyyah ta’rif dari madzhab-madzhab yang ada, karena hal ini akan membutuhkan pembahasan yang panjang lebar. Maka cara yang efektif untuk membahas hal ini adalah dengan mempertemukan persepsi diantara para madzhab tersebut. Selanjutnya devinisi wakaf dalam islam yang selaras dengan undang-undang dan tabiat ekonomi adalah ÍÈÓ ãÄÈÏ æãÄÞÊ áãÇá ááÅäÊÝÇÚ ÇáãÊßÑÑ Èå Ãæ ÈËãÑÊå Ýí æÌå ãä æÌæå ÇáÈÑ ÇáÚÇãÉ Ãæ ÇáÎÇÕÉ.14 Jumhur Ulama selain Hanafiyyah menyatakan bahwa wakaf hukumnya adalah sunnah, dengan dalil antara lain: 1.áä ÊäÇáæÇ ÇáÈÑÍÊì ÊäÝÞæÇ ããÇÊÍÈæä. 2.íÇÃíåÇÇáÐíä ÃãäæÇ ÃäÝÞæÇ
ãä ØíÈÇÊ ãÇ ßÓÈÊã æããÇ ÃÎÑÌäÇáßã ãä
ÇáÃÑÖ. Ayat
ini secara umum memberikan penjelasan atas penyeruan tentang infaq di
jalan kebaikan, termasuk di dalamnya adalah wakaf. 3.ÍÏíË ÚãÑ Çáì Þæáå Õáí Çááå Úáíå æÓáã....Çä ÔÆÊ ÍÈÓÊ ÃÕáåÇ æÊÕÏÞÊ ÈåÇ. 4.æÞæáå Úáíå
ÇáÕáÇÉ æÇáÓáÇã ÇÐÇ ãÇÊ ÇÈä ÃÏã ÇäÞØÚ
Úãáå ÇáÇ ãä ËáÇË ÕÏÞÉ ÌÇÑíÉ Çæ Úáã íäÊÝÚ
Èå Çæ æáÏ ÕÇáÍ íÏÚæÇ áå. Adapun menurut Hanafiyyah wakaf hukumnya adalah mubah dengan argumen bahwa
wakaf sah di lakukan oleh orang kafir.
c. Sifat Wakaf16. Wakaf menurut Abi Hanifah sifatnya adalah jaiz (tidak lazim). Atas dasar ini maka wakaf boleh ditarik kembali lagi, kecuali dalam tiga keadaan yaitu: 1. dengan adanya putusan hakim. 2. menggantungkan wakaf terhadap kematiannya dan 3. wakaf berupa masjid. Adapun menurut selain Abu Hanifah wakaf bersifat lazim dan tidak boleh di tarik kembali statusnya.
d. Syarat-syarat wakaf. - Waqif (orang yang mewakafkan)17: Orang merdeka, berakal, baligh, rosyid (bukan orang yang tercegah tasarrufnya) dan Syafiiyyah, Malikiyyah dan Hanafiyyah menambahi dengansatu syarat yaitu ihtiyar (tidak dalam keadaan terpaksa). - Mauquf (barang yang di wakafkan )18: Harta benda yang bernilai (mal mutaqowwam), dapat diketahui (ma’lum ) dan milik sempurna (tidak dalam keadan khiyar). - Mauquf ‘Alaih (orang yang di wakafi)19: yaitu adakalanya orang tertentu dan adakalanya umum. - Shighot : Apakah akad
wakaf membutuhkan ijab dan qobul?. Ulama sepakat bahwa
akad wakaf hanya membutuhkan ijab saja jika untuk wakaf yang
ditujukan bagi pihak yang tidak tertentu.(ghoiru mu’ayyan).
Adapun wakaf yang ditujukan bagi pihak tertentu (mu’ayyan)
ulama berbeda pendapat : Menurut Hanafiyyah dan Hanabilah dalam keadaan
seperti itu wakaf hanya membutuhkan ijab saja. Sedangkan menurut
Syafiiyyah dan Malikiyyah, mereka masih tetap mensyaratkan adanya ijab
dan qobul. Adapun
syarat shigot dalam wakaf20
adalah: Ta’bid (untuk selama-lamanya), tanjiz (tidak
digantungkan kepada kejadian tertentu), ilzam (tidak ada khiyar),
tidak disertai syarat yang membatalkan wakaf dan menurut Syafi’iyyah
dalam qoul adharnya di tambah dengan adanya penjelasan tentang mashrof
wakaf (orang yang di
beri wakaf). e. Macam-macam wakaf21. - Dari segi tujuannya, wakaf bisa dibagi menjadi: ahly/dzurry (kekerabatan), khoiry (sosial) dan musytarok (gabungan anatara keduanya). - Dari segi waktu, wakaf bisa dibagi menjadi: muabbad (selamanya) dan mu’aqqot (dalam jangka waktu tertentu). - Dari segi penggunaan harta yang diwakafkan, wakaf bisa di bagi menjadi: mubasyir/dzati (harta wakaf yang menghasilkan pelayanan masyarakat dan bisa digunakan secara langsung seperti madrasah dan rumah sakit) dan istitsmary (harta wakaf yang ditujukan untuk penanaman modal dalam produksi barang-barang dan pelayanan yang dibolehkan syara’ dalam bentuk apapun kemudian hasilnya diwakafkan sesuai keinginan waqif).
f. Contoh-contoh wakaf kontemporer22. Diantara contoh-contoh wakaf kontemporer adalah : a. Wakaf dengan mensyaratkan kemanfaatan bagi yang mewakafkan selama hidupnya. Wakaf seperti ini hukumnya boleh. (Pendapat inilah yang difatwakan dalam madzhab Hambali sekaligus yang dipergunakan dalam catatan qodlo negara Saudi Arabia. Dan pendapat ini juga yang difatwakan oleh madzhab Hanafi dan sekaligus digunakan dalam catatan mahkamah syar’iyyah negara Yordania). b. Mewakafkan hak milik ma’nawi seperti hak cipta mengarang, hak nama atau merk dalam perdagangan. c. Wakaf untuk pelayanan, seperti pelayanan pengangkutan mushhaf ke masjid. d. Mewakafkan uang dalam bentuk investasi dll.
g. Masalah-masalah perwakafan yang perlu didiskusikan23. Diantara masalah-masalah yang berhubungan dengan perwakafan yang perlu didiskusikan adalah: 1. Masalah ta`bid dalam wakaf. Ta`bid dalam wakaf harus memenuh tiga syarat: - Barang yang diwakafkan menerima ta`bid, baik dari segi tabiat materinya, undang-undang ekonomi dan cara penanganannya sesuai dengan perhitungan. - Keinginan waqif untuk ta`bid. Hal ini dipandang perlu sebab wakaf merupakan tabarru’, maka tidak mungkin menafikan keinginannya. - Adanya kontinuitas tujuan dalam wakaf. 2. Masalah tauqit dalam wakaf. Pengalaman modern dalam masyarakat islam dan lainnya menunjukkan bahwa tauqit
dalam wakaf banyak membuahkan kemaslahatan. Hal ini dikarenakaan
banyaknya kebutuhan yang memerlukna tauqit bukan ta`bid,
disamping itu juga gerakan kebaikan dan perberdayaan wakaf kontemporer
ini menuntut jalan yang mudah bagi waqif. Pendapat inilah yang dikuatkan oleh syeikh Abu Zahrah karena beliau mengatakan bahwa kemudahan adalah kandungan dan tujuan syariat. Pendapat ini juga didukung oleh Zarqo dengan pandangan bahwa ijtihad didalam mazhab Maliki merupakan dalil yang paling kuat. Oleh
karena itu beliau memohon maaf kepada para pendahulu (ahli fiqih) sebab
dalam masa dulu penerapan tauqit termasuk sulit berbeda dengan
zaman sekarang dimana tauqit dalam memanfaatkan sesuatu yang
diwakafkan itu mungkin sekali. Sebagai contoh di Eropa dan Amerika serta
negara-negara yang disana ada pelajar muslim menunjukkan bahwa
masjid-masjid yang digunakan untuk shalat berjamaah adalah bangunan yang
disewa dari orang non muslim untuk beberapa waktu dan untuk kemudian
mereka menyewa ketempat yang lainuntuk dijadikan masjid. 3. Wakaf Manafi` Dan Huquq Maliyah. Pada dekade akhir-akhir ini hak harta dan manfaat semakin meluas dan itu
merupakan salah satu bentuk dari berbagai macam harta yang bisa
diwakafkan. Mungkin hal inilah yang disinyalir oleh Rasulullah SAW dalam
haditsÃæ Úáã íäÊÝÚ Èå
yang memberikan isyarat –walaupun jauh- tentang adanya hak adabi.
Maka oleh karena itu perlu adanya undang-undang yang mengatur hak milik ma’nawi
misalkan diberikannya beberapa persen hasil keuntungan kepada
percetakan dan sisanya diwakafkan.
B. WAKAF DAN PEMBANGUNAN. I. Pemahaman pembangunan dalam masyarakat. a. Tinjauan Barat24.
Kata tanmiyah (pembangunan/development) merupakan istilah
modern di negara-negara barat yang pemahamannya adalah dalam masalah
ekonomi. Kemudian istilah ini berkembang dengan pengertian: bertambahnya
penghasilan individu dalam masyarakat umum. Dalam masa sekarang ini
berkembang satu teori al-tanmiyah al-mutawashilah yaitu
pembangunan yang bertujuan untuk merealisasikan kemakmuran yang terus
menerus bagi individu tanpa membahayakan bagi lingkungannya. Dari penjelasan ini dapat diketahui bahwa tanmiyah menurut prespektif Barat lebih menekankan pada segi materi dibanding yang lainnya.
b.Tinjauan Islam25. Pemahaman tanmiyah dalam Islam berasaskan atas khilafah al-insan lillah (Q.s. Hud:61) yang bertujuan untuk memakmurkan bumi dengan berbagai cara baik dalam bidang akhlak, ekonomi, ilmu pengetahuan dll. Dilihat dari sini kita bisa mendapatkan perbedaan mendasar antara teori pembangunan ekonomi Barat dengan pemahaman pembangunan menurut perspektif Islam, yaitu: - Pembangunan dalam islam tidak hanya terbatas pada kemakmuran ekonomi. - Pembangunan dalam islam hukumnya fardhu syar`i bagi setiap muslim. - Islam memberikan daya tarik bagi terpenuhinya dan terjaminnya kesuksesan pembangunan diantaranya melalui antara lain: 1. Kemajuan pembangunan menunjukkan derajat pegabdian terhadap Allah. 2. Islam menegaskan tanggungjawab setiap insan terhadap pembangunan karena itu termasuk jihad. 3. Islam mengajak dengan cara ilmiyah menuju kesungguhan beramal. 4. Adanya petunjuk dalam penggunaan harta untuk tujuan pembangunan, maka tidak boleh berlebih-lebihan. 5. Berpegang teguh terhadap kepentingan pembangunan yang lebih utama dengan mengedepankan dlorurot al-khomsah. 6. Perhatian terhadap penjagaan lingkungan.
Maka pembangunan dalam islam adalah keseimbangan pembangunan antara spiritual dan material.
II. Pemberdayaan dan peranan wakaf dalam islam. a. dalam bidang dakwah26. Islam sebagai agama yang hanif mempunyai misi universal yang mampu melewati batas ruang dan waktu (Q.s. Saba`:28). Ada dua hal yang bisa dijadikan dasar atas keuniversalan risalah islamiyah ini: 1. Ajaran islam. Bila dilihat secara umum, ajaran islam mengajak manusia menuju fitrahnya . Dan ajaran-ajaran dalam islam pasti selaras dengan perkembangan waktu dan bisa diterapkan diberbagai tempat. 2. Mukjizat al-Qur’an. Al-Qur’an merupakan mukjizat abadi dan selalu menunjukkan kepada kebenaran baik lewat ajakan berfikir, dialog maupun langsung lewat keimanan. Adapun peranan wakaf27 dalam bidang dakwah tercermin dengan adanya pelaksanaan wakaf dalam masyarakat seperti pembangunan masjid, pendirian yayasan untuk keperluan riset keislaman dll. Kita tahu akan manfaat masjid bagi umat isalam karena ia merupakan sentral kegiatan bagi pengembangan peradaban islam sekaligus sebagai tempat strategis bagi pencerahan ruhiyah dan ilmiyah. Ketika dakwah membutuhkan orang-orang yang kapabel dalam bidang keilmuan dan tsaqofah maka masjid adalah sarana yang strategis untuk mempersiapkan sumber daya manusia tersebut. Maka wakaf untuk pembangunan masjid mengandung misi dakwah yang real dalam kehidupan bermasyarakat. Sebagai contoh adalah jami’ al-Azhar di Cairo, jami’ Zaitun di Tunisia dan jami’ Qurowiyyin di Fas Marokko. Pada perkembangan sejarahnya masjid-masjid tersebut akhirnya melebarkan perannya dengan mendirikan universitas-universitas yang pada nantinya menjadi pusat-pusat keilmuan terkemuka di dunia islam. Disamping itu ada juga bentuk wakaf lain yang bisa untuk pengembangan dakwah yaitu wakaf untuk proyek penerjemahan al-Qur’an dan literatur-literatur islam kedalam berbagai bahasa.
b. Dalam bidang pengembangan dan pembangunan bagi kemajuan suatu kawasan atau daerah28. Peranan wakaf dalam masyarakat islam berlangsung dan mencapai puncaknya pada masa daulah Utsmaniyyah. Pada waktu itu wakaf berkembang sebagai suatu badan independen tanpa campur tangan pemerintah secara langsung dan badan ini menangani berbagai macam bidang. Wakaf disamping memberikan konstribusi positif dalam bidang dakwah, ia juga berperan dalam menopang kemajuan pembangunan suatu daerah. Karena dengan terpenuhinya hal tersebut, stabilitas penduduk dalam suatu daerah akan tercapai. Pada sisi lain pengoptimalan garapan wakaf seperti ini juga harus didukung oleh negara.
Contoh real pengembangan wakaf bagi kemajuan pembangunan daerah
dalam sejarah adalah seperti apa yang ada masa daulah Zankiyah,
daulah Ayyubiyah dan daulah Mamalik.
Bukti nyata dari keberhasilan wakaf bagi pembangunan pada masa
dulu yang bisa kita lihat hasilnya sekarang ini adalah kemajuan suatu
kota di Syiria. Kota ini berada di pinggir kota Damaskus tepatnya di
daerah Sholihiyyah (daerah bukit yang tidak berpenghuni hingga
pertengahan abad keduabelas miladiyyah). Sekitar tahun 1155 M., Syekh
Ahmad bin Qudamah beserta keluarganya berpindah dari daerah Jama’il
Palestina menuju ke Damaskus. Mereka singgah untuk pertama kalinya di
jami’ Abi Sholeh dekat pintu masuk bagian timur kota Damaskus. Setelah
dua tahun menetap di daerah itu dan bertemu dengan keluarga mereka yang
juga berasal dari daerah Jama’il dan sekitarnya, maka tempat tersebut
menjadi terasa sempit. Atas ajakan Syekh Ahmad al-Kahfi untuk pidah ke
bukit gunung Qosiyun yang terbentang sepanjang kawasan damaskus maka
Syekh ibnu Qudamah menyetujuinya dan bersama rombongan menuju tempat
tersebut (bukit yang tidak berpenghuni). Dan setelah sampai disana,
mereka membangun perumahan-perumahan. Disamping itu juga karena Syekh
Ibnu Qudamah masyhur dengan keilmuan, maka tak ayal lagi banyak para
pelajar yang hijrah ke sana bahkan para penguasa seperti St. Nuruddin
al-Zanki pun turut datang ke sana. Kemudian dalam jangka waktu kurang
dari 30 tahun, daerah tersebut menjadi kota besar dengan nama
al-Sholihiyah yang padat penduduk dan semarak dengan bangunan-bangunan
yang ada dan akhirnya terkenal dengan sebutan kota ilmu, kota kubah dan
kota menara adzan.
Ketika ibnu Bathuthoh datang ke Damaskus pada tahun 749 H./1347
M., ia mendaki kawasan al-Sholihiyyah ini. Kemudian ia menggambarkan
bahwa al-Sholihiyyah adalah kota yang besar yang mempunyai pasar yang
baik yang tidak ada bandingannya, juga mempunyai masjid jami’ dan
sebuah rumah sakit jiwa (Maristan) dan juga terdapat madrasah
yang dikenal dengan madrasah Ibnu Umar yang diwakafkan untuk orang-orang
yang belajar al-Qur’an dan madrasah ini juga menjamin kebutuhan pangan
dan sandang para pengajarnya.
c. Peranan wakaf dalam perkembangan tsaqofah29. Meskipun sebenarnya praktek wakaf sudah ada pada masyarakat sebelum islam seperti pada masa kejayaan Persi dan Byzantium. Namun bisa dibilang bahwa kata wakaf ini identik dengan islam. Hal ini dikarenakan wakaf mempunyai banyak peran dalam kehidupan masyarakat islam.
Mengenai masalah peranan wakaf dalam pembangunan tsaqofah,
penulis hanya membahas masalah tsaqofah dalam arti yang sempit
yaitu; pengembangan pendidikan dan pengetahuan yang dibutuhkan oleh
setiap individu dengan cara yang efektif. Peranan wakaf dalam pengembangan tsaqofah dalam sejarah islam dapat kita ketahui dengan jelas mulai abad kelima hijriyah/sebelas miladiyah, yaitu ketika madrasah menjadi institusi tersendiri yang lepas dari masjid. Hal ini terjadi ketika wazir Nidlom al-Mulk mulai membangun madrasah dalam jaringan yang luas di kota-kota penting seperti Irak, Persia, negara-negara Jazirah Arab dan Diyar Bakr (Turkey).
Peranan wakaf semakin efektif setelah satu abad dari perkembangan
fiqh siyasi baru. Para ulama fiqh klasik hingga abad 6 H/ 12 M
mensayaratkan mauquf harus milik waqif. Namun setelah itu
terjadi perkembangan penting dalam permasalah wakaf yaitu ketika St.
Nuruddin Zanki dan St. Sholahuddin al-Ayyubi mendapatkan fatwa dari
seorang faqih terkenal Ibnu Abi ‘Ashrun 482-585 H/1088-1188 M
yang menfatwakan bahwa mewakafkan tanah-tanah bayt al-mal bagi
kemaslahatan sosial (khoir) seperti pembangunan madrasah hukumnya
adalah boleh dengan alasan bahwa tanah tersebut merupakan irshod
bayt al-mal30
yang ditashorrufkan kepada yang berhak. Fatwa ini mempunyai dampak positif bagi pengembangan pendidikan di negara Syam, Mesir pada masa pemerintahan al-Zanki dan al-Ayyubi disamping juga tentunya dukungan pemerintah bagi terbentuknya jaringan pendidikan ini.
Selepas itu, Nuruddin al-Zanki untuk pertama kalinya mendirikan
madrasah di Damaskus (Dar al-Hadits al-Nuriyyah) yang dikomentari oleh
ibnu Habir (w.614 H.) ketika ia menziarahinya
sebagai madrasah terbaik di dunia . Kemudian madrasah-madrasah lain mulai dibangun di kota-kota Syam yang lain (Himsh, Humah, Ba’labak dan Halab). Dan di Cairo juga didirikan madrasah-madrasah oleh Sholahuddin semisal madrasah Nashiriyah dan madrasah Qumhiyah.
Pada masa al-Mamluki peranan wakaf ini berlangsung terus dalam
bidang pendidikan (ta’lim). Sehingga ketika ibnu Bathuthoh
(1304-1377 M.) datang ke Mesir, ia mengatakan bahwa di Mesir banyak
madrasah-madrasah yang berdiri. Begitu juga ibnu Kholdun ( 1332-1406 M),
ia memuji perkembangan keilmuan yang tumbuh berkat peranan wakaf yang
sudah dimulai semenjak masa Sholahuddin.
Perkembangan yang lebih besar lagi, bisa kita dapatkan pada masa
Utsmani yaitu ketika pemerintah mengambil peran ini hingga pertengahan
abad kesembilan hijriyah yaitu ketika untuk pertama kalinya didirikan wizaroh
li al-ma’arif.
Disamping pendirian madrasah, keseriusan penanganan wakaf di
bidang kepustakaan juga berperan bagi pengembangan tsaqofah. Hal
ini dipandang perlu karena mahalanya naskah kitab. Sebagai contoh adalah
pembangunan perpustakaan umum yang didirikan ibnu al-Munjim, sebagaimana
juga yang didirikan oleh Ibnu Kallis salah seorang wazir pada
masa pemerintahan Fathimy.
Semenjak abad ke 9 H./15 M di Balkan juga didirikan perpustakaan
umum yang memuat ratusan manuskrip Arab semisal perpustakaan Isa Bik di
Sekubiyah, perpustakaan madrasah al-Ghozikhosru di Sarajevo yang
kemudian setelah beberapa abad menjadi perpustakaan yang besar di Eropa
yang memuat manuskrip-manuskrip bangsa Timur (Arab, Turkey dan Persia) Perkembangan wakaf pernah mengalami stagnasi beberapa abad hingga awal abad ke 20 M. Dan setelah itu Turkey mulai melaksanakan kembali perbaikan pengelolaan wakaf (1925-1926 M.). Adapun dampak dari perbaikan ini adalah berdirinya Mudiriyah al-Auqof ( Bank al-Auqof) yang berfungsi untuk menginvestasikan barang-barang wakaf. Demikian juga pada tahu 1975 M. di Turkey didirikan Waqof al-Diyanah yang berkecimpung dalam pengembangan tsaqofah. Modal pokok wakaf ini adalah diambil dari keuntungan yang diambil dari sistem administrasi haji di Turkey, aturan pengumpulan zakat fitrah dan bentuk tabarru’ yang lain. Kemudian hasilnya disalurkan untuk keperluan beasiswa bagi 15.000 pelajar., pembagian jutaan kitab untuk orang yang keluar dari tahanan, tentara-tentara Turkey dan muslimah-muslimah imigran Eropa dll. Dan juga hasilnya dialokasikan untuk proyek pembuatan ensklopedi islam hingga sekarang yang terangkum dalam 10 jilid besar yang pembuatannya dimulai pada bulan November 1988 M31.
Tidak ketinggalan pula di Mesir. Semenjak tahun enam puluhan
Mesir mengalami perkembangan dalam masalah wakaf ini. Hal ini dimulai
ketika Departemen perwakafan Mesir ikut andil dalam investasi dalam
pendirian bank-bank Islam semisal Bank Faisal dan lainnya, dengan
menanamkan berjuta-juta harta di Bank-bank atau pabrik-pabrik seperti
pabrik gula dll. Kemudian hasilnya di infaqkan untuk pengembangan tsaqofah
seperti pemberian beasiswa bagi pelajar muslim, proyek penerjemahan
al-Qur’an ke dalam berbagai bahasa, penerbitan buku-buku islam dan
penyebarannya dengan harga yang murah. Pengembangan dan pemberdayaan wakaf seperti ini juga berkembang di negara-negara islam lainnya. Dan manfaatnya sangat bisa dirasakan pengaruhnya bagi kemajuan pendidikan, ilmu pengetahuan dan juga bidang-bidang lainnya.
Penutup. Sebagai kata penutup dalam catatan kecil ini, penulis ingin mengungkapkan bahwa gemerlapnya harta kekayaan didunia belum tentu menjadikan kemakmuran dan kemulian manusia.
Maka berbahagialah bagi setiap insan yang mempunyai kemampuan
harta dan sebagian hartanya tersebut dibelanjakan kedalam jalan kebaikan
termasuk di dalamnya adalah wakaf.
Bertolak dari tulisan yang sederhana ini mari kita sosialisasikan gerakan
wakaf dalam kehidupan ini. Karena wakaf dalam Islam bertujuan untuk
menciptakan adanya tolong menolong (ta’awun) dalam kehidupan
sesama manusia, disamping itu juga ia merupakan perbekalan amal yang
menjanjikan akan adanya pahala yang selalu mengalir terus menerus.
Penulis mengakui bahwa tulisan ini jauh dari sempurna maka
sumbangsih koreksi dari para pembaca selalu terbuka demi menuju
perbaikan bersama . Selamat belajar dan berdiskusi, harapan cerah selalu menanti dan hari esok harus lebih baik dari sekarang.
Dan akhirnya mari kita berdo’a memohon kepada Dzat Yang Maha
Kuasa semoga Dia memberikan ilmu yang bermanfa’at yang menuju kepada
ridlo-Nya dan amal yang sholih yang menjadi bekal harapan ketika kita
kembali keharibaan-Nya. amin ya Robbal ‘alamin.
¨ Dipresentasikan oleh Machmudi Muhson Lc. pada diskusi EL-SHOHWAH, Selasa, 21 Agustus 2001 M. 1 Al-Misbah al-Munir, al-‘Alim al-“alamah Ahmad bin Muhammad bin Ali al-Muqri al-Fayumi w. 770 H.,Jilid II, hal. 806-807, cet V, Percetakan Amiriyah, Cairo, Tartib al-Qomus Muhith, Thohir Ahmad al-Zawi al-Thorobilisi, Jilid IV, hal. 266, al-Risalah, 2 Huquq adalah sesuatu yang tetap yang diakui oleh Syara’ sedangkan manafi’ adalah sesuatu yang mempunyai manfaaat yang timbul dari suatu benda. 3 Al-Dalil al-Mufahris li al-fadl al-Qur’an, Husen Muhammad Fahmi, cet I, Dar al-Salam, Cairo. 4 Al-Maqoshid al-‘Ammah li al-Syari’ah al-Islamiyyah, Dr. Yusuf Hamid, hal 476-477, Dar al-Hadits, Cairo. 5 Ihya ‘Ulumiddin, al-Ghozali, jilid III, hal. 204, Maktabah Shobih, Cairo. 6 Al-Maqoshid al-‘Ammah li al-Syari’ah al-Islamiyyah, Op.cit. hal.486-487. 7 Ibid. hal.488-489. 8 Al-Islam, Said Hawwa, hal. 426-427, cet. III, Dar al-Salam, Cairo, dan lihat lebih lengkap dalam Al-Maqoshid al-‘Ammah li al-Syari’ah al-Islamiyyah, Op.cit. hal.497-520. 9 Lihat lebih lengkap Al-Islam, Op.cit. hal. 411-425. 10 Al-Waqof wa Dauruhu fi Tanmiyah al-Mujtama’ al-Islami, Prof. Dr. Muhammad Dasuqi, jilid I, hal.33-36, Kementrian Wakaf Mesir. 11 Al-Waqof al-Islami, Mundir Qohf, hal. 23-24, cet I, Dar al-Fikr, Beirut. 12 Lihat lebih lanjut dalam Al-Waqof wa Dauruhu fi Tanmiyah al-Mujtama’ al-Islami, Op.cit., hal. 41-42. 13 Lihat lebih lanjut Al-Waqof al-Islami, Op.cit., hal.88-100. 14 Lihat lebih lanjut Ibid, hal.62. 15 Al-Fiqh al-Islami, Prof. Dr. Wahbah al-Zuhaili, jilid VIII. hal. 156-157, Dar al-Fikr, Beirut. 16 Ibid, hal. 157-158. 17 Ibid, hal. 176-178. 18 Ibid, hal. 184. 19 Ibid, hal. 189. 20 Ibid, hal. 157-158 21 Al-Waqof al-Islami, Op.cit., hal.158-159. 22 Lihat lebih lanjut Ibid, hal. 178-210. 23 Lihat lebih lanjut Ibid, hal. 101-124.
24 Al-Waqof wa Dauruhu fi Tanmiyah al-Mujtama’ al-Islami, Op.cit., hal 73-74 25 Ibid. hal. 75-81 26 Ibid., hal. 83-85. 27 Ibid., hal.88-97. 28 Daur al-Waqfi fi al-Mujtama’at al-islamiyyah, Muhammad Muwaffiq al-Arna`uth, hal. 39-40, cet. I, Awal Oktober 2000, Dar al-Fikr, Damascus. 29 Ibid., hal. 78-84. 30 Irshod adalah pelaksanaan wakaf yang dilakukan oleh salah satu hakim atas tanah yang dimiliki negara untuk kemashlahatan umum seperti madrasah atau rumah sakit, Perbutan tersebut hukumnya boleh karena adanya wilayah ‘ammah. Akan tetapi tindakan ini dinamakan irshod bukan wakaf yang sebenarnya 31 Lihat lebih lengkap. Daur al-Waqfi fi al-Mujtama’at al-islamiyyah, Op.cit., hal. 90-91
|